Beberapa tahun lalu, sekitar akhir tahun 1997, tiba-tiba saja ada
“makhluk” misterius yang jadi pembicaraan. Perawakannya kecil dengan
tubuh tak lebih dari 12 cm dan rambutnya yang panjang, jarang dan kaku
melewati kaki. Makhluk itu dinamakan jenglot. Kabarnya, jenglot itu
bukan benda mati. Konon ia hidup, namun tak ada yang pernah tahu kapan
bergerak.
KALAU melihatnya dari sudut lain, yakni dari sudut dan dunia simbolik
kalangan para dukun, jenglot dikatakan sebagai “mummy” yang konon
berusia 300 tahun. Menurut Abas Soegiono, jenglot ditemukan saat
sejumlah paranormal alias dukun melakukan tirakat di Wlingi, Jawa Timur
tahun 1972.
Jenglot yang dipamerkan waktu itu ada empat, masing-masing disebut
sebagai jenglot, yang konon berjenis kelamin lelaki dan konon pula bisa
membantu mengamankan pemiliknya dari segala macam bahaya. Yang lain lagi
adalah Bethoro Karang, pria juga, konon bisa membantu kelancaran usaha,
menjaga keselamatan dan lain-lain. Lalu Bethoro Katon, konon berjenis
kelamin wanita, di mana selain membantu melancarkan usaha juga bisa
dipakai sebagai pengasih.
Yang terakhir, Begawan Kapiworo, katanya penjelmaan kera putih, ada
hubungan dengan Anoman, mempunyai padepokan Kendali Sodo. Jenglot
sendiri menurut Abas adalah benda mati, bukan makhluk hidup. Meski
jenglot bukan makhluk hidup, tetapi daya spiritual jenglot tetap hidup.
Karena itu jenglot “harus diberi makan”. Makanan jenglot adalah darah
berjenis O dan minyak wangi. Abas menyebut merk minyak wangi yang
katanya mudah didapat di pasar.
Ahli Forensik FKUI-RSCM: Jenglot Bukan Manusia
JENGLOT pernah diperiksa dr Budi Sampurna DSF di bagian Forensik
RSCM. Benda sepanjang 10,65 cm, menyerupai boneka menyeramkan itu
memiliki bagian serupa kepala, badan, tangan dan kaki serta rambut
terurai sepanjang 30 cm. Ukuran masing-masing tampak proporsional. Hanya
saja, ukuran kuku-kuku jarinya serta taring sangat panjang. Taring
mencuat hampir sepanjang ukuran kepala, kuku juga panjang dan meruncing
hingga bukan tidak mungkin membuat bulu kuduk penonton berdiri. "Setiap
35 hari pada Jumat Legi, kita kasih satu tetes darah dicampur minyak
javaron seperti kalau banyak orang memberikan sesaji berupa kembang atau
kemenyan,” kata Hendra.
Tak ada yang tahu apakah darah tersebut benar-benar diminum atau
tidak oleh makhluk seberat 37,2 gram itu. Menurut Hendra, dalam tubuh
jenglot masih terdapat kehidupan. Tanda kehidupan itu, menurutnya, dapat
dilihat dari bola matanya yang bisa berpindah setiap saat serta rambut
dan kukunya yang memanjang. Benarkah jenglot dan kawan-kawannya itu
masih hidup atau setidaknya pernah hidup? Hendra dengan berani
mengajukan “tantangan” agar para ahli kedokteran menelitinya secara
objektif. Tampaknya gayung bersambut. Pihak forensik RSCM tertarik untuk
meneliti “kemanusiaan” jenglot. Tentu saja bukan berdasarkan ilmu
klenik, tapi secara medis berdasarkan ilmu pengetahuan. Maka pada hari
Kamis, 25 September 1997 siang, makhluk jenglot dibawa ke RSCM untuk
diperiksa secara medis. Ruang forensik dan ruang rontgent RSCM mendadak
penuh sesak pengunjung.
Mereka terdiri dari paramedis, mahasiswa kedokteran, wartawan dan
sejumlah pengunjung RS yang tertarik melihat kedatangan jenglot yang
ditaruh dalam kotak kayu berukir itu. Ahli Forensik FKUI-RSCM, Budi
Sampurna DSF mengatakan, pemeriksaan jenglot dengan latar belakang
seperti yang telah diketahui masyarakat luas merupakan tantangan menarik
bagi dunia kedokteran untuk membuktikannya dari segi keilmuan. Menurut
dr Budi, guna membuktikan kemanusiaan jenglot, maka akan dilakukan
deteksi dengan alat rontgent untuk mengetahui struktur tulangnya serta
pemeriksaan bahan dasar kehidupan seperti C,H,O atau proteinnya.
Untuk keperluan tersebut, ahli forensik mengambil sampel dari bahan
yang diduga sebagai kulit atau daging jenglot serta sehelai rambutnya.
Pengambilan sampel dilakuan sendiri oleh Hendra yang saat datang ke RSCM
membawa serta tiga batang hio. "Untuk jaga-jaga, jangan-jangan ada yang
kena sawab-nya (pengaruh)," katanya perihal hio.
Dokter Djaya Surya Atmaja kemudian memotret dan mengukur berbagai
bagian “tubuh” jenglot. Setelah itu dokter spesialis radiologi, dr Muh
Ilyas memeriksa jenglot menggunakan sinar X. Dalam pemerikasaan lebih
lanjut Hendra menolak barang koleksinya dibedah. Alasannya, jasad
Jenglot akan rusak. "Akibat tidak baik bagi kita semua," katanya.
Usai pemeriksaan ternyata hasilnya menyatakan jenglot tak memiliki
struktur tulang. Hasil rontgent yang disaksikan puluhan wartawan,
paramedis, mahasiswa praktek, ternyata hanya menampilkan bentuk struktur
menyerupai penyangga dari kepala hingga badan. Selain itu terlihat juga
jaringan kuku dan empat gigi selebihnya tak ada. "Ada bagian jaringan
serupa daging, namun kita belum bisa memastikan apakah itu daging atau
bahan lainnya," kata Muh Ilyas.
Guna mendapat hasil lebih mendetail, maka jenglot diteliti dengan CT
Scan. Ternyata jenglot tidak memiliki struktur seperti manusia kendati
kenampakan luar menyerupai manusia. Kini pihak Forensik FKUI-RSCM masih
meneliti sampel kulit/daging serta rambut jenglot untuk mengetahui
golongan darah, DNA-nya. "Memakan waktu sekitar tiga minggu," katanya.
Menanggapi hasil tersebut, Hendra mengatakan, "Apa pun hasilnya kita
harus terima dong," katanya. Majalah Gatra, Nomor 52/III, 15 November
1997 memberikan laporannya mengenai jenglot. Penelitian yang dilakukan
Dokter Djaja Surya Atmaja PhD, dari Universitas Indonesia menunjukkan
bahwa contoh kulit jenglot yang diperiksa memiliki karakteristik sebagai
DNA (deoxyribosenucleic acid) manusia. "Saya kaget menemui kenyataan
ini," kata Djaja, doktor di bidang DNA forensik lulusan Kobe University,
Jepang, 1995.
Namun Djaja menolak anggapan seolah ia mengakui jenglot sebagai
manusia. "Tapi sampel yang saya ambil dari jenglot menunjukkan
karakteristik manusia," katanya. Adapun sampelnya berupa sayatan kulit
jenglot berukuran setengah luas kuku, yang mengelupas dari lengannya.
Contoh kulit itulah yang kemudian ditelitinya di Laboratorium RSCM atas
prakarsa dan biaya pribadi. Spesimen seirisan kulit bawang itu kemudian
diekstraksi agar DNA-nya keluar dari inti sel. DNA merupakan material
genetik berupa basa protein panjang yang membangun struktur kromosom.
Pada inti sel manusia terdapat 23 pasang kromosom. Masing-masing bisa
dipenggal-penggal menjadi banyak lokus, satu unit yang membangun sifat
bawaan tertentu.
Djaja memeriksa DNA Jenglot pada lokus nomor D1S80 dari kromosom 1
dan HLA-DQA1 dari kromosom 5, serta lima lokus khusus lain dengan teknik
PCR (polymerase chain reaction). Pemeriksaan HLA-DLA-DQA1 memberikan
hasil positif. Artinya, spesimen Jenglot itu berasal dari keluarga
primata -bisa monyet, bisa pula manusia. Namun dari penyelidikan atas
lokus D1S80, Djaja mendapat kepastian bahwa sampel DNA itu
berkarakteristik sama dengan manusia. Temuan mengejutkan itu diperkuat
dengan kajian mesin PCR. "Hasilnya begitu, saya harus bilang apa," kata
satu-satunya ahli DNA forensik Indonesia berusia 37 tahun itu. Hendra
Hartanto gembira mendengar hasil penelitian Djaja. "Ini menyangkut
peninggalan sejarah yang berumur 3.112 tahun," katanya ketika ditemui
Gatra di pameran Gelar Benda Pusaka Jenglot, di Plaza Metro Sunter,
Jakarta Utara waktu itu.
Dokter Budi Pramono, yang pernah merontgen jenglot, terkejut
mendengar hasil penelitian Djaja Surya. "Mirip bagaimana? Harus jelas.
Saya kok kurang percaya. Nanti saya akan mengonfirmasikan langsung ke
Dokter Djaja," katanya. Yang pasti, Budi tak percaya jika jenglot
dianggap hidup. "Makhluk hidup itu perlu makan dan bernapas. Lalu
strukturnya perlu tulang, jantung, paru, dan lain-lain. Jenglot tak
mempunyai itu semua," katanya.
Untuk menjelaskan sosok jenglot secara lengkap, kata Budi, perlu
diteliti lebih jauh struktur anatominya, aspek mikroskopis jaringannya,
bahkan enzim yang ada di tubuhnya. Pimpinan RSCM sempat tertarik untuk
meneliti Jenglot. Namun setelah Budi melaporkan bahwa jenglot tak
memiliki kelengkapan organ sebagai makhluk, niat itu surut. Jenglot
dianggap seperti karya mistik lainnya yang tak mengandung tantangan
ilmiah. Sampai kemudian Djaja Surya menguji DNA dari kulit lengannya,
yang ternyata berkarakteristik manusia. Tapi Djaja pun tak memutlakkan
temuannya. Bisa saja penyelidikannya meleset karena sampelnya
terkontaminasi. "Misalnya, kulit jenglot sebelumnya terkena olesan darah
manusia," katanya.
Waktu jenglot dipamerkan, seorang bapak yang mengaku dari Salatiga
yang bertanya, "Bisakah jenglot berkembang biak?''
Pertanyaan itu semata-mata berpangkal dari kekhawatirannya jika
“makhluk ganas” (karena makanannya darah) itu makin banyak. Tetapi
Hendra menepis kekawatiran itu. Menurut dia, jenglot hanya hidup secara
gaib (roh). Artinya, kehidupan yang dimiliki bukan seperti kehidupan
makhluk hidup. Sebab, secara fisik jenglot sebenarnya sudah mati (mumi).
"Namun, dalam kematiannya itu dia masih memiliki kekuatan,'' ujarnya.
Karena itu, dia mempersilakan orang yang memiliki tenaga dalam untuk
membuktikan keberadaan "energi'' itu.
“Energi yang terkandung di dalam jenglot betul-betul besar, sampai
saya terpental beberapa meter. Padahal, saya sudah mengerahkan kemampuan
tenaga dalam untuk meremukkannya, namun ternyata tak mampu. Wah,
betul-betul luar biasa,” tutur salah seorang pengunjung yang tak mau
disebut namanya, setelah menjajal energi yang tersimpan di jenglot yang
dipamerkan di Ruang Pamer Pasarraya Sri Ratu Jalan Pemuda Semarang.
Memang, banyak pengunjung yang kurang percaya jenglot itu mempunyai
energi supranatural. Namun, bagi pengunjung yang mempunyai ilmu tenaga
dalam atau tenaga supranatural, baru akan mempercayainya mumi mini
tersebut mempunyai energi yang besar. Sampai-sampai mampu melemparkan
pengunjung yang menjajal-nya.
Beberapa pengunjung yang lain yang memiliki ilmu tenaga dalam ketika
menguji juga mengalami nasib serupa, terpental. Namun ada juga
pengunjung yang memang tak dibekali dasar-dasar ilmu tenaga dalam,
ketika mau membuktikan energi jenglot oleh panitia dengan terpaksa tidak
diperkenankan. “Jangankan diremas oleh orang tua, oleh anak kecil pun
jenglot pasti remuk,” tutur Yehana SR, salah seorang panitia pameran.
Tidak hanya itu, kabar jenglot yang diduga mempunyai unsur DNA
manusia dan energi supranatural juga telah mendunia. Buktinya, salah
seorang pakar foto aura dari Belanda, yakni Ny Adri Bojoh Knijn, secara
khusus datang ke Ruang Pamer Jenglot untuk mendeteksi keberadaan energi
jenglot tersebut dengan alat foto aura.
Hendra Hartanto pemilik benda tersebut menjelaskan, soal asal-usul
jenglot tersebut manusia atau bukan, tergantung pada kepercayaan.
Karenanya, jika ada pihak lain yang mempercayai benda tersebut bukan
merupakan jasad manusia sah-sah saja. Sedangkan soal penelitian DNA,
pihaknya berencana akan melakukan pengujian ke Singapura dan Jepang.
Banyak pula pengunjung yang meragukan jenglot sebagai makhluk mati
yang mempunyai energi. Misalnya, kapan jenglot memindahkan tangan atau
kakinya. Mulai hari pertama hingga kelima dipamerkan, empat ''pertapa
sakti'' tersebut tetap dalam posisi semula: tangan tertekuk di depan
dada, kedua kaki lurus-sejajar, dengan kedua mata terbuka.
''Katanya hidup, kok nggak bisa berkedip-kedip?'' tanya seorang
pengunjung.
Terhadap pertanyaan itu, Hendra menjelaskan, jenglot memang tak bisa
berkedip. Namun, meskipun belum pernah memergoki, dia sering mendapati
posisi kelopak mata yang berubah. ''Suatu saat, posisi kelopak mata
terbuka lebar, tapi saat yang lain akan menurun. Saya memang belum
pernah memergoki, tapi pernah mendapati kelopak mata dalam kedua posisi
seperti itu,'' ucapnya mencoba meyakinkan para pengunjung.
Dia menambahkan, yang dimaksud hidup dari jenglot bukan hidup seperti
halnya manusia. ''Jenglot itu mumi, dan 'kehidupannya' ada dalam
kematiannya itu. Jenglot hanya hidup secara gaib (roh).''
Dari Petir
SRI Ningsih, paranormal di Jl Petek, Darat Nipah Selatan No 177A
Semarang, mengatakan, jenglot memang memiliki kekuatan atau energi. Jadi
nggak ada unsur rekayasa. ''Namun saya berbeda pendapat dari Hendra
mengenai asalnya. Menurut saya, jenglot itu berasal dari petir yang
dipegang dan di-sabdo oleh tiga wali, yakni Syekh Maulana Malik Ibrahim,
Sunan Ampel dan Sunan Giri,” tuturnya.
Mereka menganggap petir kurang ajar karena menyambar-nyambar saat
ketiga wali berjalan-jalan. Karena itu petir ditangkap, kemudian
di-sabdo. Karena berasal dari petir, maka jenglot memilki aliran listrik
besar. “Secara fisik, jenglot berbentuk manusia, tapi sebenarnya dia
itu jin. Setelah saya negosiasi, makanan jenglot bisa tanpa darah
manusia, tapi cukup dengan minyak japaron,” tuturnya.
Sedangkan Harwanto, pengunjung asal Pedurungan, mengaku tertarik
melihat jenglot, karena katanya termasuk manusia dan hidup. “Tapi ketika
saya datang, berkedip pun dia tak bisa. Kalau demikian, jenglot tak
ubahnya seperti benda pusaka lain, yaitu keris batu akik. Apalagi
sesajiannya darah dan minyak wangi,” paparnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar